Hijau-dan-Kuning-Emas-Illustratif-Modern-Twibbon-Selamat-Hari-Raya-Idul-Fit-20240403-122004-0000

IMG-20240426-080646
Hukum  

Didakwa Menggelapkan Mobil PT TPI, Febri Menangis di Depan Hakim

IMG-20240409-WA0076

Medan, TRIBRATA TV

“Selama saya bergabung dengan TPI (PT Teknologi Pengangkutan Indonesia) sangat banyak penderitaan yang saya dan anak-anak alami. Dimasa-masa sulit di TPI saya ditinggalkan istri karena dianggap lebih mementingkan pembayaran mobil daripada ngasih uang belanja untuk makan anak istri”.

IMG-20240227-124711

Kata-kata yang diungkap Febri Sihombing ini tiba-tiba menyentakkan sejumlah orang yang hadir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (22/9/2021) siang.

Febri Sihombing, driver taksi online Grab yang bernaung dibawah PT TPI harus duduk jadi pesakitan karena dituduh menggelapkan mobil yang dibelinya dari perusahaan itu.

Dengan suara bergetar, ayah empat anak ini kembali melanjutkan pembelaannya didepan majelis hakim.

“Beberapa waktu kemudian saya menikah lagi dengan harapan bisa mengurus dan membiayai anak-anak saya. Tapi setelah menikah dan tahu kalau saya berstatus tersangka dan kemudian menjadi terdakwa, istri saya stress berat dan akhirnya meninggal dunia pada 30 Juli 2021,” kata Febri.

Menurut Febri ia tertarik bergabung ke PT TPI karena ditawarkan program kepemilikan mobil (gold captain) “Dengan DP 5 Juta Mobil Bisa Dibawa Pulang untuk Program 5 Tahun”.

Apalagi program ini memiliki kelebihan dibanding mitra grab individu. Mitra Grab dari PT TPI akan mendapatkan order prioritas, bebas zona wilayah, bebas waktu, bonus mingguan dan insentif pengembalian komisi 20 persen.

Namun karena tidak memiliki uang Rp5 juta, ia sempat menolak tawaran itu.

Tetapi tawaran itu datang lagi, kali ini hanya membayar uang muka Rp1 juta saja, bisa bawa pulang mobil. “Tentu saja saya tertarik, ” kata mantan supir taksi Blue Bird ini.

Febri tak sadar sejak itulah masalah mulai menimpanya dan ribuan driver lainnya di Indonesia. Ia menganggap biasa saja ketika menandatangani kontrak tanpa disuruh membacanya pada 21 November 2017. Staf perusahaan itu minta ia mendatangani saja tanpa perlu membaca.

“Nanti salinannya dikasih, masih banyak yang antri,” alasan staf itu.

Baru sebulan bergabung, sudah mulai tampak tanda-tanda PT TPI tidak komit atas janjinya. 8 Desember perusahaan rental ini mengeluarkan kebijakan penambahan pemotongan Rp100 ribu diluar pembayaran normal.

Alasannya pemotongan itu penambahan uang muka karena tidak ada uang muka Rp1 juta tetapi Rp2,5 juta. “Mereka bilang Rp1 juta diawal dan sisanya dicicil selama 15 minggu,” kata Febri.

Setahun kemudian, Febri baru bisa mendapatkan salinan kontrak. Betapa kecewanya ia begitu tahu isi kontraknya, ia dan para driver lainnya merental mobil bukan kepemilikan.

“Namun saya sudah seperti terjebak, makan buah simalakama, akhirnya saya coba bertahan dengan berharap akan tetap banyak penumpang untuk bisa melunasi cicilan mobil,” katanya.

Borok perusahaan ini semakin tampak karena kembali ingkar janji dengan mengeluarkan kebijakan baru. Order prioritas yang sudah berjalan dihilangkan, zona wilayah dipersempit, waktu dibatasi.

“Ditambah lagi bonus mingguan dirubah jadi harian yang angkanya lebih kecil dan insentif 20 persen dihilangkan,” ujarnya.

Inilah awal ia tidak lagi sanggup membayar angsuran. Ia tak lagi mampu membayar cicilan Rp1.235.000 perminggu. “Bagaimana mungkin bisa bayar cicilan kalau pendapatan kami seminggu hanya Rp600 ribu,” tandasnya.

Kepada majelis hakim, penasehat hukum Febri Sihombing, Nasiruddin menyatakan tindakan PT TPI telah mengelabui mitra kerjanya. Ia bahkan menyatakan perkara ini adalah perkara perdata bukan pidana.

“Apalagi locus delictinya bukan di Medan, jadi PN Medan tidak berwenang untuk menyidangkan perkara ini. (H.Pakpahan)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *