IMG-20240501-WA0019
Hukum  

Sidang Lapangan Sengketa Lahan di Desa Nalela, Mekar Sinurat: Lahan Itu Bukan Milik Pribadi

IMG-20240409-WA0076

Toba, TRIBRATA TV

Pengadilan Negeri Balige menggelar sidang lapangan perkara gugatan lahan seluas 18 hektar di Dusun Sihorbo Desa Nelela Kecamatan Porsea Kabupaten Toba, Sumut, Senin (28/8/2023).

IMG-20240227-124711

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Makmur Pakpahan, SH.,MH ingin mengetahui 22 objek perkara yang digugat oleh B.Sirait, A.Sirait dan kawan-kawan kepada 14 warga Dusun Sihorbo dan gugatan intervensi oleh keturunan Raja Silamosik Sitorus kepada B Sirait, A Sirait dan kawan-kawan.

“Disini kami hadir bukan untuk menentukan menang atau kalah, melainkan memastikan adanya objek lahan dan apakah ada bangunan yang digugat diatas lahan 18 hektar tersebut,” kata Makmur Pakpahan.

Diketahui perkara ini berawal dari gugatan B. Sirait, A Sirait dan kawan-kawan yang diwakili kuasa hukumnya Renti Situmeang kepada 14 warga Dusun Sihorbo atas lahan 18 hektar yang diwakili kuasa hukumnya Hotbiner Silaen.

Sedang dalam gugatan intervensi, para keturunan Raja Silamosik Sitorus diwakili kuasa hukum Mekar Sinurat.

Mekar Sinurat, mengatakan sebenarnya sejarah objek perkara adalah milik Raja Silamosik Sitorus yang diturunkan secara turun temurun hingga saat ini. “Para Tergugat bisa menguasai objek perkara hingga saat ini karena diberikan ijin oleh keturunan Raja Silamosik Sitorus,” ucap Mekar.

Karena Penggugat mengajukan gugatan terhadap para Tergugat, sehingga masyarakat Silamosik selaku keturunan Raja Silamosik Sitorus mengajukan gugatan intervensi terhadap perkara tersebut yang teregister dengan Nomor Perkara: 14/Pdt.G/2023/PN.Blg.

Menurutnya, dulu saat masa penjajahan Belanda, melalui Pandua Silamosik Sitorus memberikan ijin membuka perkampungan baru ke marga Sirait.

“Dulunya sebagian tinggal di Sihorbo Dolok (Parmalim) pindah ke Sosormatio yang saat ini diklaim 18 hektar oleh Penggugat. Raja Silamosik Sitorus sekitar tahun 1800-an pada semasa hidupnya adalah pemilik/yang berhak atas Tanah Adat (Tanah Golat), yang disebut “Golat Raja Silamosik Sitorus” yang terletak di Desa Silamosik I Kecamatan Porsea, Desa Silamosik II Kecamatan Bonatua Lunasi dan Desa Nalela Kecamatan Porsea Kabupaten Toba, dengan luas sekitar 400 hektar,” katanya.

Tanah Adat atau Tanah Golat tersebut masuk pada wilayah bagian Negeri Sitorus (zaman Belanda) dan bagian dari Bius Horbo dengan Raja Bius bernama Raja Parungil-ungil Sitorus pada masa pemerintahan Kerajaan Sisingamangaraja di wilayah Tanah Batak. Saat ini wilayah itu masuk administrasi pemerintahan Desa Silamosik I Kecamatan Porsea, Desa Silamosik II Kecamatan Bonatua Lunasi dan Desa Nalela Kecamatan Porsea Kabupaten Toba.

“Jadi kami menekankan alas hak Penggugat terhadap objek perkara adalah “Surat Ijin mendirikan” Perkampungan/ Sosor/bHoeta Baru dalam register Besluit yang dikeluarkan oleh Het Hoofd Van Plaatselijk Bestuur di Balige Nomor: 221/1938 pada tanggal 7 Desember 1938, maka sesungguhnya Ama Dorma Sirait hanya berhak mendirikan perkampungan baru (sosor) di Sosor Matio tersebut tanpa memiliki tanah, yang merupakan bagian dari Golat Raja Silamosik Sitorus,” tandasnya.

Ia menegaskan yang diberikan ijin hanya mendirikan kampung, bukan menguasai perladangan disekelilingnya, yang saat ini diklaim kepemilikannya sekitar 18 hektar.

Mekar juga menambahkan ada beberapa fakta sebagai bukti kepemilikan objek perkara milik Keturunan Raja Silamosik Sitorus. Salah satunya sekitar tahun 2014 keturunan Ama Dorma Sirait yaitu Wahab Sirait yang merupakan saudara kandung dari Tergugat I Intervensi/ Penggugat I Konvensi atau Bapak kandung dari Tergugat II Intervensi/Penggugat II Konvensi pernah didenda oleh Keturunan Raja Silamosik Sitorus karena telah menebang pohon di objek perkara.

Oleh karena perbuatan keturunan Ama Dorma Sirait tersebut telah melanggar hukum adat tentang penguasaan Golat Raja Silamosik Sitorus.

Sehingga berdasarkan ketetapan para tetua adat sebagai sanksi hukumnya adalah didenda dan dibayarkan oleh Wahab Sirait.

“Peristiwa tersebut adalah fakta yang membuktikan bahwa tidak ada hak kepemilikan keturunan Ama Dorma Sirait di Simatio,” ujarnya.

Selain itu l, terkait wilayah Golat Raja Silamosik Sitorus banyak terdapat pohon pinus yang ditanam secara bersama-sama oleh para orangtua keturunan Raja Silamosik Sitorus. Sebagian pohon pinus yang berada di dalam Objek Perkara I tersebut telah dijual beberapa kali kepada pihak ketiga dan yang menjual Pohon Pinus tersebut adalah masyarakat keturunan Raja Silamosik Sitorus.

Hal ini membuktikan bahwa areal penanaman Pohon Pinus tersebut adalah milik Golat Raja Silamosik Sitorus.

Juga keturunan Raja Silamosik Sitorus yang diwakili Kepala Desa Silamosik I dan Kepala Desa Silamosik II telah menghibahkan sebagian Objek Perkara I kepada Punguan Parmalim Panindangion Punguan Sihorbo berdasarkan Surat Hibah Tanah pada tanggal 21 Mei 2021.

Sementara salah seorang warga, Maringan Sitorus mengatakan, benar adanya lahan dari 18 hektar yang digugat merupakan lahan rurunan Raja Silamosik Sosor Matio Desa Nalela.

“Dulu ditahun 1970-an saat itu masih Kabupaten Tapanuli Utara ada penghijauan seluas 400 hektar. Untuk perkara ini kami sebagai warga Dusun Sihorbo dan Nalela tidak terima adanya penguasaan sepihak oleh para penggugat,” katanya. (Berlin Yebe)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *