Arni, 3 Tahun Tuntut Pengembalian Selisih Pengeluaran BSPN

IMG-20240409-WA0076

Medan TRIBRATA TV

Pemilihan Gubernur Sumut 2018 sudah lama berlalu. Perebutan kekuasaan antara Edy Rahmayadi dan Djarot Syaiful Hidayat 3 tahun lalu ternyata masih meninggalkan duka bagi seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang juga mantan Bendahara Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN), sebuah badan saksi PDIP di Medan Sumatera Utara.

IMG-20240227-124711

Arni Mariani Siringoringo, wanita paruh baya ini tak pernah bermimpi dikala ambisinya untuk memenangkan calon Gubernur Jarot Saiful Hidayat pada pemilu 2018 silam akan meninggalkan duka mendalam dan pilu yang menyayat hatinya.

Arni Mariani Siringoringo, mantan Bendahara BSPN kepada TRIBRATA TV, mengaku telah berkirim surat kepada DPC PDIP Kota Medan, untuk menagihkan selisih pengeluaran dana BSPN yang belum dibayarkan sebesar kurang lebih Rp18 juta.

Dikatakan, belum menyelesaikan kekurangan dana pengeluaran team IT saat pilgub tahun 2018. Atau kekurangan pengeluaran kamar hitung buat team IT yang bertugas menghitung suara yang masuk saat pilgub tersebut.

Selain itu, Arni mengungkap, ada juga dana sebesar Rp7 juta yang diduga dihilangkan oleh Staff Sekretariat DPC PDIP Kota Medan inisial BR. Dikatakan uang tersebut belum dapat dipertanggung jawabkan.

Ia menambahkan, sudah berulang kali menagih uang tersebut ke Bendahara DPC PDIP Kota Medan, Boydo HK Panjaitan. Namun, jawaban yang diperoleh, akunya belum di ACC (disetujui) oleh Ketua DPC PDIP Kota Medan Hasyim SE yang saat ini duduk sebagai Ketua DPRD Kota Medan.

“Saya berharap uang itu harus dibayar, karena itu bukan uang pribadi saya, dan ada itu yang saya utang sampai sekarang masih bayar bunganya, termasuk punya teman-teman dari BSPN, itu harus dibayar karena itu hak wong cilik dan janganlah wong cilik ini dikorbankan,” ujar Arni Mariani Siringoringo kepada TRIBRATA TV, Kamis (28/4/2021).

Sehingga, Arni pun menuding karena sudah berjalan 3 tahun, ia melihat tak ada itikad baik dari Bendahara DPC PDIP Kota Medan Boydo HK Panjaitan tersebut. Dirinya selaku warga Medan yang tingkat ekonomi biasa merasa terzolimi dan teraniaya.

BACA JUGA  Sejumlah Kapolres di Sumut Dimutasi

“Mungkin bagi mereka jumlah uang tersebut tidaklah besar, tapi bagi saya sudah sangat besar karena kondisi ekonominya yang kurang mampu,” pungkasnya.

Ia menceritakan, awal laporan pengeluaran ada kekurangan sebesar Rp19 juta, tetapi pada saat Masriana Sitorus meninggal dunia, ia meminta Boydo Panjaitan untuk mengembalikan dana Masriana Sitorus yang masuk sebesar Rp1 juta, maka tagihan kekurangan Rp18 juta.

Dari awal laporan itu memang ada dana sebesar Rp59 juta dan dana yang masuk sebesar 40 juta. Rinciannya, tanggal 14 Mei 2018 menerima dana dari Ju Prucher Purba, ex ka BSPN Rp2 juta, dan 1 Juni 2018 menerima dana dari Andreas J Purba Rp3 juta, 21 Juni 2018 menerima dana dari Boydo HK Panjaitan Rp10 juta.

Tidak hanya itu, tanggal 26 Juni 2018 menerima dana Kamarhitung dari DPD Rp15 juta, dan 27 Juni 2018 menerima dana lagi dari Boydo HK Panjaitan Rp10 juta, jadi total keseluruhan 40 juta, sehingga tersisa tetap Rp18 Juta.

“Jadi tidak benar jika diawal itu saya meminta Rp7 juta. Yang benar adalah saya, Elisabet dan Budi Susanto menemui ketua DPC PDIP Kota Medan dikantor Ketua DPRD Hasyim SE, kami bertemu dengan Boydo HK Panjaitan yang saat itu Hasyim SE belum ada ditempat, dan saat itulah Boydo Panjaitan menyatakan bahwa Ketua hanya meng ACC Rp7 juta,” pungkas Arni Mariati Siringoringo.

Disebut-sebut, dana itu untuk diganti, karena dana Rp7 juta itu diduga dihilangkan oleh staff Sekretariat DPC PDIP kota Medan BR, jadi bukan Arni yang meminta dana Rp7 juta tersebut.

“Jadi saya mohon kepada Ketua DPC PDIP Kota Medan Hasyim SE, kebijaksanaan bapaklah yang dapat menyelesaikan ini semua, karena dana ini bukan dana saya sendiri, tapi dana teman-teman yang mendahulukan pengeluaran ini, dan mereka masih tetap menagih kepada saya,” kata Arni penuh harap kepada Ketua DPRD Kota Medan itu.

BACA JUGA  Video: Kecamatan Gomo Dukung Lomba Surfing Dunia di Pulau Nias

Sementara itu, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Medan, Hasyim SE ketika diminta tanggapan perihal prahara itu mengatakan, seingatnya bernama Arni pernah menyampaikan kepadanya meminta dana Rp7 juta, sehingga ia pun mempertanyakan kenapa menjadi Rp18 juta.

“Sekarang yang jadi pertanyaan dan saya heran itu kenapa yang Rp7 juta dulu disampaikan, sekarang Rp18 juta kok bisa naik, kok bisa bertambah dasarnya dari mana, sementara dulu disampaikan kekurangan hanya Rp7 juta,” kata Hasyim SE alias Huang Kien Lim, Selasa (27/4/2021).

Ia pun mengarahkan yang bersangkutan berkomunikasi dengan Bendahara DPC PDIP Kota Medan Boydo HK Panjaitan.

“Masalah uang di organisasi saya tidak mencampuri itu, masalah dana anggaran itu semua urusan Bendahara DPC, maka saya arahkan dia bicarakan dengan Bendahara, dan saya juga sudah sampaikan ke Bendahara supaya itu coba di cek, betul gak itu yang dia minta sekian itu, jangan dibuat buat sendiri jangan dibuat buat aja tagihan nya itu, harus benar maka itu perlu verifikasi,” ujar Hasyim SE.

Ia mengatakan, mengenai keuangan di organidasi adalah wewenang Bendahara untuk mengecek keuangan, dana dan verfikasi.

Karena, lanjutnya, bendaharalah yang mengurusi keuangan didalam organisasi dan dia lebih tau pemasukan dan pengeluaran. Untuk itu, harus dilakukan verifikasi dulu dan semuanya harus dicek lagi kebenarannya.

“Mungkin sudah dilakukan bendahara mengcroschek, dan perlu verifikasi mungkin ada data yang belum lengkap makanya belum selesai sampai sekarang,” tambahnya menjelaskan.

Terpisah, Bendahara DPC PDI Perjuangan Kota Medan Boydo HK Panjaitan, ketika dihubungi TRIBRATA TV mengatakan, bahwa BSPN suatu badan saksi di PDIP, jadi mereka punya rumah tangga sendiri, punya bendahara sendiri, jadi tidak ada tanggung jawab keuangan DPC PDIP kota Medan yang harus menanggung jawabi mereka itu.

BACA JUGA  Pesta Rakyat Tarhilala Toba, Warga Bisa Tukar Sampah dengan Sembako

“Jadi sudah salah kaprah itu, membuat buat statamen seperti itu, ini seakan akan mau mencari kesalahan keuangan, bahaya itu bisa pencemaran nama baik,” ujar Boydo HK Panjaitan.

Boydo pun menambahkan, ketua mereka pada saat itu siapa, mereka melakukan pengeluaran-pengeluaran untuk mereka dan kenapa mereka keluarkan uang duluan.

“Siapa yang suruh keluarkan uang nya duluan, ya kalau memang dia sebagai Bendahara mau mengeluarkan uangnya duluan karena uangnya banyak silakan, saya pun begitu nombok saya di DPC, karena ya inisiatif saya sebagai bendahara untuk melancarkan program, tapi kalau kita nombok trus mau reumbers memang ini kantor,” pungkas Boydo.

Ketika disinggung bagaimana upaya menyelesaikan permasalahan tersebut, lagi lagi Boydo HK Panjaitan mengutarakan bahwa itu bukan tanggung jawab dari Bendahara DPC PDIP Kota Medan dan itu urusan mereka sendiri.

“Bukan jadi tanggung jawab kita, kalau mereka kekurangan dana kita yang tanggung jawabi, wahhh kalau begitu nanti nuntutlah semua Badan yang ada di PDIP ini sama kita, kita gak ada menyelesaikan apa apa, klo dia ya dialah secara pribadi terserah dialah,” ujar Boydo yang terkesan mengelak.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Kinerja Aparatur Negara (LSM PERKARA) Sumatera Utara Nelson Marpaung, akhirnya ikut angkat bicara mengenai polemik yang dialami warga Kota Medan itu dengan DPC PDI Perjuangan Kota Medan tersebut.

Ketua LSM PERKARA Sumut Nelson Marpaung, menyoroti dan memberikan statamen keras serta kritikan tajam terutama yang dipersoalkan, jawaban dari Bendahara DPC PDIP kota Medan Boydo HK Panjaitan.
(Bonni)

IMG-20240310-WA0073
IKLANKAN-PRODUK-ANDA-DISINI-20240504-132349-0000

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *