IMG-20240505-WA0006
Hukum  

Mediasi Konflik PT MPG dengan Batamad, Bupati: Tidak Ada Aktivitas di Lokasi

IMG-20240409-WA0076

Barito Utara, TRIBRATA TV

Konflik antara Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) dengan PT. Multi Persada Gatramegah (MPG) yang dimediasi Bupati Barito Utara memutuskan tidak ada aktivitas di lokasi yang disengketakan dan PT MPG harus melaporkan putusan adat ke kantor pusat paling lama 1 minggu.

IMG-20240227-124711

Mediasi dipimpin Bupati Nadalsyah dihadiri Wakil Bupati, Sekda, Kapolres, Dandim 1013/Mtw, Kajari Muara Teweh, Kepala Perangkat Daerah, Camat Lahei Barat, pimpinan Dewan Adat Dayak (DAD), Batamad, Damang Teweh Tengah, manajemen PT. MPG.

Mediasi yang dipandu Sekda untuk menyelesaikan pencairan lahan dan putusan peradilan adat terhadap PT. MPG yang memutuskan untuk membayar sanksi sesuai dengan putusan sidang adat.

Setelah mendengar pokok permasalahan dan masukan dari semua pihak Bupati menginginkan permasalahan diselesaikan dengan win-win solution.

“Seperti kata Dandim 1013/Mtw agar menjaga nama Barito Utara aman dan sejuk untuk berinvestasi,” kata H. Nadalsyah.

Ia juga mengatakan saat ini pemerintah merasa dilema, dimana satu sisi menjaga iklim berinvestasi. “Sedangkan satu sisi nasib masyarakat Barito Utara ada di pundak kami,” jelasnya.

Pemda merupakan pihak tengah dalam mengambil keputusan, harus objektif dalam menilai permasalahan.

Untuk permasalahan lahan, menurut Bupati, sertipikat HGU PT. MPG dikeluarkan setelah clear and clean dari sengketa tanah.

“Seharusnya tidak ada lagi permasalahan bilamana sudah clear and clean,” jelas H. Nadalsyah.

Terkait pengadilan adat seperti penjelasan Kajari, Bupati mengatakan itu ada tetapi tidak bertentangan dengan hukum positif.

“Sesuai Perda Provinsi Kalteng Nomor 16 Tahun 2008 Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, pada penjelasan pasal 28 ayat (1) bahwa keputusan adat bersifat final dan mengikat para pihak. Namun apabila para pihak untuk mencari keadilan melalui pengadilan umum atau hukum nasional, maka itu menjadi hak para pihak, tetapi keputusan peradilan adat yang telah diambil dapat menjadi bahan pertimbangan hakim,” jelasnya.

Diketahui konflik ini berawal dari klaim PT MPG atas 17 hektar lahan warga, sehingga warga memortal lahannya. Namun portal lahan dibongkar perusahaan perkebunan kelapa sawit ini.

Pembongkaran itu mengakibatkan masyarakat adat bersidang dan memutuskan perusahaan harus membayar denda Rp900 juta. Karena menolak membayar denda, warga adat kemudian memutup dua jalan masuk perusahaan dengan portal.(rel)

IMG-20240310-WA0073
IKLANKAN-PRODUK-ANDA-DISINI-20240504-132349-0000

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *