IMG-20240501-WA0019
Hukum  

Dedi Putra Rangkuti Dilaporkan ke Dewan Etik Peradi

IMG-20240409-WA0076

Bungo, TRIBRATA TV

Pengacara Dedi Putra Rangkuti SH, akhirnya dilaporkan Wahyudin (52) ke DPC Peradi (Perhimpunan Advokad Indonesia) Bungo Tebo, Jambi pada Jumat (24/3/2022) kemarin.

IMG-20240227-124711

Laporan Wahyudin diterima Ketua DPC Peradi Bungo Tebo, Swahemi SH yang akan diteruskan kepada Dewan Etik Peradi di Jambi.

“Laporan ini kita teruskan ke dewan etik di DPD Peradi Jambi, karena kita belum memiliki dewan etik,” kata Swahemi di rumahnya Jalan Perumnas Blok A no 54 belakang Kantor Bupati Rimbo Tengah Muara Bungo.

Menurutnya, secara resmi pihaknya baru kali ini menerima laporan terkait Dedi Putra Rangkuti. “Kita memang telah mendengar banyak keluhan tentang Dedi, namun baru ini ada laporan resmi,” ujarnya.

Laporan itu akan ditelaah oleh dewan etik dengan memanggil pihak-pihak terkait sebelum membuat keputusan. Dewan etik akan menilai apakah ada kesalahan etik oleh Dedi Putra Rangkuti dalam menjalankan profesinya sebagai pengacara.

“Dewan etik menilai kesalahan etiknya, jika ternyata juga ada unsur pidana, si pelapor bisa melaporkannya ke penegak hukum,” katanya.

Menurut Wahyudin pelaporan ini terkait janji Dedi yang akan menyelesaikan kasus yang dilaporkannya ke polisi. “Untuk mengurus kasus saya, Dedi minta uang Rp52 juta secara bertahap,” ujar Wahyudin.

Satpam perusahaan perkebunan ini mengaku awalnya ia diperkenalkan oleh temannya dengan Dedi, karena ia sedang ada masalah. “Istri saya selingkuh dengan beberapa orang hingga hamil,” ujarnya.

Kasus itu terjadi dipertengahan tahun 2019. Mendengar permasalahan Wahyudin, Dedi menjanjikan akan bisa memenjarakan para pelaku yang berselingkuh dengan istrinya.

“Ia minta saya melapor ke Polsek, ia bahkan ikut saat itu,” katanya.

Dedi pun kemudian meminta sejumlah uang untuk mengurus kasus itu. “Untuk melaporkan 4 pelaku, saya bayar Rp12 juta, karena katanya satu pelaku yang dilapor ke polisi harus bayar Rp3 juta,” ujar Wahyudin lagi.

Kemudian Dedi minta Rp5 juta untuk biaya perceraian, juga Rp10 juta untuk tes DNA. Selain itu, Dedi terus minta uang untuk “service” polisi agar kasus ini bisa berjalan cepat.

“Totalnya Rp52 juta yang saya berikan secara bertahap selama 3 bulan, sejak saya bikin laporan polisi di akhir tahun 2019,” tambahnya.

Diakuinya selama mengurus kasus ini, Dedi tidak ada menerima kuasa darinya. “Menurut Dedi tidak perlu surat kuasa, saya percaya saja ia akan mengurus kasus ini,” ucap Wahyudin.

Setelah beberapa bulan laporannya berjalan, ternyata tidak ada perkembangannya. Wahyudin sendiri sudah diperiksa polisi sebanyak 4 kali. Ia pun bertanya kepada Dedi, tapi selalu dijanjikan akan segera menuntaskannya.

“Sejak awal ia tahu kasus saya ini sulit untuk mencari saksinya, kalaupun ada mereka menolak, tapi ia bilang bisa diurus di polisi, makanya saya mau bikin laporan,” tandasnya.

Ketiadaan saksi inilah yang menyebabkan laporannya mandeg di polisi, tapi Dedi selalu berkilah.

“Dedi itu kan paham hukum harusnya ia menjelaskan kasus saya ini lemah jika dibawa ke polisi, tapi ia justru mendorong dengan alasan bisa diatur kalau ada uang, makanya saya percaya,” kata Wahyudin.

Dedi menyakinkan dengan kalimat, uang bisa dicari tapi harga diri harus dipertahankan, membuat Wahyudin menjual tanah untuk memenuhi permintaan Dedi.

“Saya punya rekaman suara bagaimana Dedi merayu dan menjamin kasus saya bisa selesai,” kata Wahyudin

Ia berharap laporannya ke Peradi akan segera ditindaklanjuti organisasi pengacara itu.

Sebelumnya pada Februari lalu, ia juga sudah melaporkan Dedi ke Polres Bungo. “Dengan adanya keputusan dari Peradi akan semakin memperkuat laporan saya di polisi,” ujarnya. (lsihombing)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *