Hukum  

Petani Masih Bertahan di Lahan PT TTI Perlabian Labusel

IMG-20240409-WA0076

Labuhanbatu, TRIBRATA TV

Perjuangan Kelompok Tani Bersatu (KTB) mendapatkan kembali lahan yang diambil PT Tolan Tiga Indonesia (TTI) Kebun Perlabian Labuhanbatu Selatan (Labusel) tidak pernah surut. Lahan mereka yang dirampas perusahaan perkebunan itu sejak tahun 1971 terus diperjuangkan hingga kini.

IMG-20240227-124711

Jumangin, pengurus KTB Desa Meranti, menjelaskan PT TTI tidak memiliki dasar menguasai lahan mereka seluas 1.236 hektar. “Lahan ini sudah kami tempati dan usahakan sejak tahun 1950 an. Tahun 1971 kami diusir secara paksa dengan ancaman dan tudingan sebagai PKI. Berbagai intimidasi dengan kekerasan saat itu menyebabkan sebagian dari kami lari,” kata Jumangin.

Mereka berjuang dengan harapan lahan warga di Dusun Menanti segera dikembalikan. “Kami juga berhak hidup sejahtera dengan mengolah lahan milik kami,” tandasnya.

Yang menyakitkan menurut Jumangin adalah tudingan PKI yang dialamatkan kepada mereka. Tudingan itu membuat mereka tidak nyaman, padahal lahan yang mereka miliki tidak ada hubungan sama sekali dengan organisasi terlarang itu.

Sementara Manager PT TTI, Posman Damanik tidak bersedia ditemui untuk konfirmasi. Demikian juga Kepala Desa setempat yang tidak berkenan ditemui media.

Sebagaimana diketahui konflik lahan di Dusun Menanti Desa Meranti Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhanbatu, Sumut antara kelompok tani dengan PT TTI masih berlanjut.

Bahkan para petani sejak Senin (13/7/2020) menduduki lahan yang saat ini dikuasai perusahaan itu. Mereka bertahan dengan harapan lahan itu dikembalikan.

Menurut Jumangin, dari luas 1.236 hektar, 716 hektar sudah memiliki legalitas dengan anggota 850 petani. “Kami berusaha bertahan disini untuk mempertahankan hak-hak kami,” kata Jumangin.

Ia berharap pemerintah berpihak kepada kaum yang lemah dan benar-benar membela yang berhak.

Akibat tindakan KTB ini, pihak perusahaan kemudian mengisolasi lahan yang mereka rebut dengan membuat galian sehingga tidak ada akses keluar masuk. Bahkan perusahaan memasang dinding seng untuk membatasi mobilitas para petani.

Yang lebih ironis, perusahaan mengadukan salah seorang petani ke polisi atas tuduhan pengrusakan pintu besi. “Padahal ia sudah berulang kali minta ijin untuk bisa melewati pintu karena hendak memberikan makanan kepada petani yang terkurung didalam,” kata Jumangin.

PT TTI, sengaja mengisolasi para petani yang bertahan dilahannya hingga kehabisan makanan dan logistik.

Jumangin minta polisi membebaskan Nanda Gautama yang ditahan atas aduan perusahaan. “Apakah perusahaan mau bertanggungjawab kalau para petani yang diisolasi itu mati kelaparan?,” tanyanya. (Sulaiman malaka)

IMG-20240310-WA0073
IKLANKAN-PRODUK-ANDA-DISINI-20240504-132349-0000

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *