Hukum  

Dampak Tragedi Jambo Keupok Konflik GAM, 20 Tahun Silam

Rezza Syah Fahleffi, Mahasiswa Semester 4 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
IMG-20240409-WA0076

Banda Aceh, TRIBRATA TV

Desa Jambo Keupok, Bakongan, Aceh Selatan. Tepat 20 tahun silam pernah terjadi sebuah tragedi berdarah yang memeras air mata penduduk kampung dalam Kabupaten paling selatan dalam provinsi Aceh itu.

IMG-20240227-124711

Kala itu desingan serta letusan senjata api tak asing lagi ditelinga penduduk, bahkan sudah menjadi hal yang terbiasa di setiap waktu memecahkan keheningan dengan berbagai suara dan beragam karakteristiknya.

Pada masa konflik bersenjata yang berkepanjangan antara GAM dan RI itu pula berdampak pada perekonomian dan harta benda yang dimiliki masyarakat sipil saat itu, bahkan ironinya banyak anak – anak muda yang memiliki potensi masa depan harus menelan pil pahit akibat berdampak terputusnya bangku sekolah yang harusnya mereka dapatkan pada saat itu.

Dikutip dari artikel Rezza Syah Fahleffi, Mahasiswa Semester 4 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, dalam sebuah catatan yang menjadi sejarah tragedi berdarah di Aceh itu terdapat korban jiwa yang terdata adalah sebanyak 16 korban jiwa laki laki, dengan 12 diantaranya dibakar secara hidup – hidup dan sisanya ditembak mati di tempat.

BACA JUGA  24 Personil Satnarkoba Polrestabes Medan Dapat Penghargaan

Penyiksaan tanpa perikemanusiaan yang dilakukan terhadap 16 orang yang kemudian mati (ditendang, dipukul dengan popor senjata), bahkan seorang diantaranya korban perempuan yang dipukul dan ditembak hingga pingsan, dan ada pula seorang lagi korban perempuan yang dipukul di bagian belakang kepala dengan popor senjata sampai tidak mampu menelan makanan selama 3 hari, serta 3 korban perempuan lainnya yang dipukul tanpa ampun.

Kejadian ini tak hanya memakan korban jiwa, imbas dari kejadian ini banyak anak yang menjadi yatim tidak memiliki sosok ayah yang harusnya mendampingi putra dan putri mereka hingga dewasa, banyak juga wanita yang menjadi janda yang harus berjuang membesarkan anak – anak mereka dengan seorang diri.

Trauma yang harus di dapatkan oleh anak-anak korban dari kekejaman TNI pada masa itu juga berimbas kepada psikis dan mental dari anak-anak korban tragedi berdarah yang menyebabkan pelanggaran HAM berat, dan peristiwa itu terjadi genap 20 tahun yang lalu tepat dua hari sebelum Presiden Megawati Soekarnoputri memberlakukan Darurat Militer di Aceh kala itu.

BACA JUGA  Kapolda Aceh Musnahkan 11 Hektar Ladang Ganja di Aceh Besar

Dahulu Aceh ditetapkan sebagai salah satu provinsi di Indonesia sebagai Daerah Rawan Konflik yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat, atau yang di sebut-sebut dengan istilah Daerah Operasi Militer (DOM), berbagai bentuk tindakan kekerasan di mana tragedi dan konflik tersebut terus menerus terjadi sepanjang 1976 dan sampai dengan tahun 2005, semasa konflik tersebutlah terjadi berbagai kekerasan terhadap warga Aceh yang bukan terhadap kelompok bersenjata, namun juga dikalangan sipil.

Komnas HAM menyuarakan peristiwa Jambo Keupok di Aceh Selatan yang terjadi pada tanggal 17 Mei 2003 setelah DOM dan sebelum Darurat Militer termasuk sebagai pelanggaran HAM berat, peristiwa itu merupakan satu dari lima kasus pelanggaran HAM di Aceh yang diselidiki oleh HAM.

Banyak aktivis HAM yang mengungkapkan kekecewaannya, misalnya Otto Nur Abdullah yang mengatakan peristiwa Jambo Keupok yang model kasusnya sama dengan pembunuhan masal, dikala itu tentara datang dan menggedor pintu rumah di pagi hari. Penyiksaan dan penyiksaan dilakukan, pembunuhan dan pembakaran terhadap para korban dilakukan di depan umum dengan tujuan memberikan dan menebar teror yang dapat menakuti masyarakat.

BACA JUGA  Suami Dipenjara, Istri Tuntut Keadilan, Polisi Sebut Korbannya Perempuan

Komnas HAM juga memberikan bantuan medis dengan kerja samanya dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, atau yang biasa di singkat dengan LPSK untuk memberikan bantuan medis dan psikologis bagi para korban.

Komnas HAM juga berharap pada saat memberikan layanan bantuan bagi korban, LPSK dapat menemukan bukti baru lainnya seperti diagnosa korban, dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM berat tidak naik ke pengadilan dengan alasan kurangnya bukti.

Menurut Hasto, Ketua LPSK, dari hasil investigasi turun lapangan, LPSK mendapati keterangan bahwa saat kejadian, sebanyak 16 orang dibunuh, dimana 4 diantaranya ditembak di bagian kepala, dada dan perut hingga tewas. Lalu, 12 orang lainnya disiksa dan dimasukkan ke dalam sebuah rumah lalu dibakar.

“15 orang korban yang mendapatkan bantuan LPSK adalah, yaitu keluarga dari 16 orang yang dibunuh”, kata Hasto. (Jas.Ms)

IMG-20240310-WA0073
IKLANKAN-PRODUK-ANDA-DISINI-20240504-132349-0000

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *