Hijau-dan-Kuning-Emas-Illustratif-Modern-Twibbon-Selamat-Hari-Raya-Idul-Fit-20240403-122004-0000

IMG-20240426-080646
Hukum  

Manager PT AEI Disomasi dan Dilaporkan ke Polda Sumut

IMG-20240409-WA0076

Medan, TRIBRATA TV

Pengacara buruh PT Agro Energi Indonesia (AEI) akan mensomasi dan melaporkan manager perusahaan itu karena tidak memenuhi putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan. Dalam putusan tersebut PT AEI wajib membayarkan Rp128 juta pesangon.

IMG-20240227-124711

“Kita sedang menyusun somasi, jika somasi itu tidak ditanggapi dalam seminggu, kita lapor ke Polda Sumut, ” kata Jonny Silitonga,kuasa hukum tiga buruh PT AEI, Minggu (26/7/20).

Menurut Jonny, kliennya, Siti Aisyah memenangkan gugatan di PHI Medan. Dalam putusan No:63/pdt-sus-PHI/2020/ PN Medan, menghukum tergugat yakni PT AEI membayar
Rp128.413.498 kepada ketiga penggugat masing-masing Siti Aisyah, Tina Estheria Siahaan dan Lasrina Situmorang.

“Manager Ramses P Siregar harus bertanggungjawab, ia tidak bisa melepaskan dirinya dari hubungan hukum dari pekerja dengan perusahaan,” kata Jonny yang juga Ketua DPC Peradi Deli Serdang.

Para buruh perusahaan pupuk organik yang berlokasi di Jalan Bandar Labuhan Negara, Dusun Sinembag Desa Limau Mungkur Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang ini telah merumahkan buruhnya sejak Juni 2019.

Kata Nur Aisyah, perusahaan berhenti usahanya karena kerja sama dengan PT Petrokimia Gresik bidang pupuk organik terputus. Sebelumnya sejak 2014 kerja sama keduanya lancar-lancar saja. PT AEI memproduksi pupuk organik sesuai purchase order (PO) dari Petrokimia. Setidaknya 1.000 ton setiap bulannya.

Kepada Nur Aisyah dan rekan kerjanya yang lain, berjumlah 40 orang, oleh Direktur PT AEI, Imam Santoso, disebutkan sementara perusahaan menunggu order agar bisa kembali beroperasi mereka dirumahkan. Terhitung sejak 1 Juni 2019, hingga September. Dengan pembayaran gaji 50% dari nilai normal.

“Tapi sampai sekarang tak ada kabar apapun, upah kami selama dirumahkan tak serupiah pun dibayar,” ungkapnya.

Ternyata “dosa” PT AEI tak sekedar menelantarkan nasib Nur Aisyah Cs dengan tidak menetapkan status kerja mereka. Bertahun-tahun bekerja, sejak perusahaan tersebut memindahkan pabriknya dari Kawasan Industri Medan tahun 2014 ke Del Sserdang, upah buruh berada di bawah ketentuan. Cuma Rp 1,8 juta, terakhir naik jadi Rp 2 juta. Semestinya, sesuai ketentuan di atasnya.

Kata Jonny, pelanggaran tersebut, menurut UU No. 13/2003, merupakan tindak pidana.

Dijelaskan Jonny, manajemen PT AEI juga telah melakukan kejahatan penggelapan. Tahun 2017 hingga pabrik berhenti berproduksi, setiap bulannya upah buruh dipotong Rp 70.000-an per orang guna pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. Namun oleh perusahaan terhitung sejak Juni 2018 sampai 2019 uang tersebut tidak disetorkan.

Upaya hukum serta mediasi (perundingan) atas pelanggaran-pelanggaran PT AEI sudah coba dilakukan Nur Aisyah Cs bersama Jonni Cs. Pertama, dengan mengadu ke Dinas Tenaga Kerja Deli Serdang. Kedua, melakukan somasi. Akan tetapi belum satu pun di antaranya yang dihadiri Imam atau pihak manajemen lainnya.

Penggelapan yang dilakukan PT AEI, dengan cara tidak menyetorkan dana BPJS Ketenagakerjaan, akan dijadikan celah hukum guna menyeret Imam dan manajemen lainnya. Segera Nur Aisyah dan Jonny mengadukan tindak pelanggaran KUHP itu ke Polda Sumut.

“Semoga dengan pengaduan ke kepolisian ini manajemen PT AEI bisa diseret hadir guna mempertanggungjawabkan hak-hak buruh,” tegas Jonny. (Red)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *