Toba, TRIBRATA TV
Puluhan perempuan adat dan petani sekawasan Danau Toba berkumpul di Balige Kabupaten Toba menyuarakan ketimpangan kepemilikan atas tanah serta pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak perempuan petani.
Mereka menilai hadirnya perusahaan-perusahaan besar di kawasan Danau Toba justru menyebabkan kaum petani semakin miskin karena kehilangan lahan pertanian dan kawasan hutan.
“Tidak hanya mengurangi pendapatan, namun juga nasib perempuan yang harus bergelut membayar kredit perbankan untuk kebutuhan hidup pun kian sulit,” tandas mereka.
Hal ini terungkap dalam dialog multipihak yang digelar Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) di Ballroom Hotel Labersa Toba, Kamis (14/11/2024).
Dialog ini bertujuan menyatukan pemahaman akan akar pemiskinan struktural di kawasan Danau Toba.
Kehadiran PT Toba Pulp Lestari (TPL) dulunya Indorayon, Food Estate di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), PT Sorik Marapi Geothermal Power di Kabupaten Samosir dan PT SOL di Pahae Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), menyebabkan nasib perempuan adat dan perempuan petani di sekawasan Danau Toba semakin miskin akan lahan pertanian.
“Pemerintah kabupaten seringkali menjadi penghambat utama dalam proses pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Kami mewakili masyarakat adat terpaksa mengikuti regulasi yang ada, namun pemerintah kabupaten sendiri tidak memahami substansi pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat,”ucap Kordiv Organisasi KSPPM, Angel.
Dikatakannya, perjuangan masyarakat adat khususnya perempuan adat dalam proses pelepasan tanah adat dari kawasan hutan negara, konsesi perusahaan swasta dan Proyek Strategis Nasional (PSN) kerap terhambat di tingkat kabupaten.
Sementara Risma Umar, Wakil Direktur Aksi! For Gender and Justice, Henrika Sitanggang, Ketua Serikat Tani Kabupaten Samosi dan Rumenti Pasaribu, dari Perempuan Adat Komunitas Ompu Raja Nasomalomarhohos Pasaribu, Natinggir sepakat keberadaan dan hak masyarakat adat sudah dijamin dalam berbagai regulasi seperti UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Putusan MK No. 35/PUUX/2012, UUD 1945 Pasal 18B, Pasal 28I ayat (3), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), dan lain-lain.
“Perempuan berjuang dalam segala aspek kehidupannya. Namun, dalam proses merebut kembali hak-haknya, mereka sering menerima upaya-upaya pembungkaman yang dilakukan dengan berbagai cara seperti perilaku seksis, pelecehan dan kekerasan seksual, serta dianggap anti pembangunan,” kata Risma Umar.
Dikatakannya penguasaan tanah adat sudah dikuasai oleh perusahaan asing sehingga para petani kehilangan tanah mereka.
“Kami sejak dahulu sudah meyakini tanah adalah sumber spiritualitas masyarakat, sedangkan hutan adalah sumber kehidupan,” tambah Rumenti Pasaribu.
Kami sadar akan tantangan yang dihadapi perempuan pun kian bertambah, ketika mereka memberanikan diri untuk mengepalkan tangan dan melawan segala bentuk penindasan, tutup Risma.
Eva Junita Lumban Gaol, perempuan Adat Pargamanan Bintang Maria, Parlilita didampingi Serita Siregar, perempuan Pejuang Tanah Adat Ria-Ria) menambahkan sebagai kaum perempuan adat dan petani, mereka mengajak seluruh perempuan adat dan petani bersolidaritas dalam arak-arakan perjuangan dalam melawan ketimpangan gender dan pemiskinan struktural.
Dalam dialog itu para perempuan adat dan petani sekawasan Danau Toba mendesak serta meminta 4 hal pada pemerintah dan perusahaan swasta:
1. Pemerintah harus melibatkan perempuan adat dan perempuan petani dalam setiap proses pembangunan yang akan dilakukan di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten.
2. Terbitkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Samosir dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
3. Terbitkan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Humbang Hasundutan,
4. Hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan petani yang
memperjuangkan hak-haknya.
Hadir pada dialog ini selain perempuan adat sekawasan Danau Toba juga mewakili pemerintah 4 kabupaten yakni Toba, Taput, Humbahas dan Samosir, juga puhak BPN, Dinas Kehutanan Provinsi, KPH IV Balige dan instansi maupun lembaga lainnya.