Sitaro, TRIBRATA TV
Di tengah rendahnya minat pendaftaran bakal pasangan calon (Bapaslon) Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), sebuah kisah bersejarah justru terlupakan di depan kantor KPUD Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Meriam tua yang terletak di Jalan Lokong Banua, Kelurahan Ondong, Siau Barat, ini menyimpan jejak peradaban masa lalu yang tak lagi terurus, membuat kami tertarik untuk menggali historisnya.
Meriam tersebut, yang kini berkarat dan seakan dilupakan waktu, menjadi saksi bisu perjuangan di masa Perang Dunia II.
Menurut sebuah buku berjudul Jejak Leluhur hasil karya beberapa team pemerhati kebudayaan asal Sitaro salah satunya Ketua Bawaslu Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Hendrols Tatengkeng, S.S mengatakan, meriam ini merupakan peninggalan dari Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, yang dulunya digunakan untuk mempertahankan wilayah dari serangan Belanda.
Kala itu, Jepang dan Belanda berseteru memperebutkan ladang minyak di Balikpapan.
Meskipun bernilai historis dan dilindungi oleh Undang-Undang, nasib meriam ini seakan terabaikan. Tak ada pihak dari Balai Pelestarian Cagar Budaya yang secara resmi ditunjuk untuk merawatnya.
Padahal, meriam ini tidak hanya menjadi simbol kekuatan masa lalu, tetapi juga bukti bahwa Ondong, sebagai pusat kehidupan masyarakat, telah ada sejak lama—sebuah fakta yang tersirat dalam lagu rakyat Ondong Horo Ulu Hedo Semurine.
Keberadaan meriam ini menjadi cermin bahwa masih banyak aspek sejarah di Sitaro yang membutuhkan perhatian dan pelestarian. Di saat perhatian publik lebih tertuju pada proses politik, seharusnya kita tidak melupakan peninggalan sejarah yang menjadi warisan budaya bagi generasi mendatang.
Dengan memandang meriam berkarat itu, kita diingatkan bahwa sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita merawat dan menghargainya untuk masa depan. Sejarah yang terlupakan, pada akhirnya, adalah sejarah yang hilang.