IMG-20240409-WA0045

Keluarga Pasien Pertanyakan Kuitansi “Bodong” RSUD Batubara

IMG-20240409-WA0076

Batubara, TRIBRATA TV
Bukannya meningkatkan profesional dalam melaksanakan tugas dan peningkatan pelayanan prima terhadap masyarakat. Seorang pegawai di RSUD Batubara justru diduga lakukan penggelembungan biaya perawatan pasien rumahsakit itu.

Tindakan tidak terpuji oknum Kepala Adminstrasi di RSUD Batubara berinisial Hj I tampaknya kian melebar. Masalahnya, statemen Hj I yang menyebutkan bahwa biaya perawatan yang dikenakan kepada pasien penderita DBD dengan status pasien umum sudah sesuai peraturan justru menuai kritik keluarga pasien.

IMG-20240227-124711

Kamaluddin (47) orang tua pasien penderita Demam Berdarah Dangue (DBD) yang dikenakan biaya melebihi ketentuan Peraturan Daerah (Perda) kembali angkat bicara.

Kepada wartawan, Jum’at (19/7/2019) dia mengatakan jika pungutan biaya perawatan sudah sesuai Perbub maka perlu pemahaman terkait besaran tarif yang ditetapkan Perda dengan jumlah tagihan di ‘kwitansi bodong’ yang diterbitkan pihak RSUD.

“Hj I yang menetapkan bahwa pasien tergolong deskripsi penyakit infeksi dan parasit tertentu (A00-B99) dengan tingkat keparahan ringan dikenakan tarif total Rp 3.060.000. Lalu kenapa pasien diwajibkan membayar Rp 3.230.000. Apa ini yang dimaksudnya sesuai Perda”, tanya Kamaluddin.

Dijelaskan, dari keseluruahan tarif yang tertera di Perda tidak ditemukan jumlah tagihan sebesar Rp 3.230.000. Lantas dari mana datang jumlah itu, tanyanya lagi.

Oleh sebab itu Kamaluddin meminta tim saber pungli turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap Hj I agar persoalan menjadi terang benderang.

Selain dugaan penggelembungan biaya, Kamaluddin juga menyinggung tentang kesan bobroknya pelayanan di RSUD Batubara seperti penggunaan alat rongten. Meski dalam kondisi sakit anaknya harus dibawa rongten ke RS Inalum sementara alat rongten di RSUD tidak dapat difungsikan lantaran terbelit masalah bahkan sempat disegel pihak kepolisian.

Sekedar informasi, terkuaknya masalah ini bermula dari pasien berobat di RSUD Batubara dan dirawat di ruang inap Kelas II sejak Sabtu petang (13/7/2019).
Menilai pelayanan di RSUD milik Pemkab Batubara itu kurang maksimal terlebih perihal obat-obatan harus dibeli sendiri diluar RSUD. Rabu siang (17/7/2019) pihak keluarga pasien memutuskan keluar dari RSUD tersebut.

Namun saat akan membayar tarif perawatan dibagian keuangan RSUD, Kamaluddin yang akrab disapa Ute Kamel ini hanya disuguhi secarik kertas mencurigakan karena didalamnya tidak menjelaskan rincian biaya, tanpa nama penerima yang jelas serta tidak terdapat cap/stempel pihak RSUD.

Lalu Ute meminta kwintansi penerimaan serta rincian biaya perawatan, namun permintaannya ditolak HI dengan alasan biaya tersebut sudah sesuai Perbub.
Padahal kata Ute, Hj I telah menetapkan pasien tergolong deskripsi penyakit infeksi dan parasit tertentu (A00-B99) tingkat keparahan ringan dengan rincian jasa sarana Rp 918.000, jasa tenaga Rp 2.142.000 dengan total Rp 3.060.000.

Akan tetapi dalam ‘kwitansi bodong’ yang diberikan pihak RSUD tercatat biaya tagihan sebesar Rp 3.230.000 dipotong biaya membeli obat/ronsen (ditanggung pasien) sebesar Rp 302.000 sehingga biaya yang harus dibayar sebesar Rp 2.928.000.

Kepala Dinas Kesehatan Kab Batubara dr Dewi Chaylati, M, Kes melalui Sekretaris dr Deny Syahputra saat dimintai tanggapannya, Kamis (18/7/2019) menyebutkan, jika penerimaan biaya perawatan pasien dari pihak RSUD tanpa rincian harga, tanpa stempel instansi dan tidak mencantumkan nama pegawai penerima maka tidak diakui keabsahannya. “Kalau begini bentuknya ya kwitansi bodong dan bermuara pungli”, tegas dr Deny.(Sholeh Pelka)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *