Kisah Marlina: Jadi Perawat Untuk Dapatkan RidhoNya

IMG-20240409-WA0076

Makassar, TRIBRATA TV

Perjalanannya menjadi seorang perawat tidaklah mudah, ia berjuang tanpa kenal lelah.

IMG-20240227-124711

Hj.Marlina,S.Kep.Ners,M.Adm.Kes (41) memulai kisah saat dirinya diterima di salah satu sekolah keperawatan tahun 1995 di Makassar.

“Awalnya saya tak punya cita – cita seperti ini, tapi keinginan ayah yang mau kami melanjutkan profesinya, yang memang kebetulan saat itu Ayah juga seorang perawat di salah satu Rumah Sakit Kusta di kota Makasaar,” tutur Marlina.

Berbekal semangat yang selalu diberikan ayahnya, membuat Marlina pasrah berusaha dan mencoba meyakinkan dirinya untuk menekuni sekolahnya kala itu.

Marlina masih mengingat pesan ayahnya saat memberinya semangat, “profesi perawat tidak menjamin kita jadi kaya, tapi lebih kepada masalah kemanusiaan,” kata Marlina meniru kalimat ayahnya.

Usai menyelesaikan sekolah keperawatannya, Marlina akui masih susah cari kerja saat itu, namun dirinya tetap berusaha.

Melihat kondisi Marlina bersusah payah mencari kerja ayahnya, ayahnya tetap memberinya semangat, “Meskipun hanya jadi tenaga sukarela juga tidak apa – apa nak, nanti ayah yang kasih ongkos transportasinya, kalau jemputan tidak datang,” kata Marlina meniru ayahnya saat itu.

Hingga 5 tahun ditekuninya jadi seorang tenaga sukarela, akhirnya berbuah manis. Usahanya selama 5 tahun dirinya menjadi sukarela akhirnya terangkat jadi ASN.

Hingga Covid-19 melanda saat ini, Marlina menjelaskan isu yang beredarnya terkait profesi ini.

“Mungkin dipikiran orang dimasa pandemik sekarang ini reward kami lebih besar, sumpah seperserpun uang covid tidak singgah dikantong kami, sebab tidak merawat langsung pasien covid, tapi jangan salah, kondisi ini takkan mengurangi jiwa pengabdian kami, dan malah bagiku inilah waktunya mengumpulkan amalan yang besar,” cetusnya.

Dimasa pandemi, Marlina mencoba meyakinkan masyarakat sekelilingnya terkait adanya ketakutan masyarakat berobat ke rumah sakit.

Marlina mengakui hingga saat ini dirinya kerap mendapat panggilan orang – orang yang membutuhkan disekitarnya. Membuat dirinya berupaya semaksimal mungkin memenuhi walau kadang sesuap nasipun belum masuk ke perutnya.

Kondisinya yang sering sibuk membuat anak-anaknyanya pun jadi mandiri lebih awal.

Rutinitasnya sebagai perawat selalu terbangun tengah malam buat pasang infus agar pasien tak dehidrasi akibat muntaber atau sekedar menjaga keseimbangan elektrolit, itulah tugasnya.

“Bagiku senyum dan terimakasih sudah melebihi dari segalanya, aku selalu bersyukur menjadi seorang perawat,” imbuhnya.

Berangkat dari ketekunannya, kini Marlina sudah beberapa tahun bekerja melayani masyarakat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Tadjuddin Chalid salah satu Rumah Sakit rujukan di Kota Makassar, Sulsel.

“Ayahku dulu seorang perawat Kusta, saya lahir dan besar di lingkungan lepratorium, pasien yang sudah dikucilkan oleh keluarganya, tapi ayah malah merawatnya dirumah kami, kami selalu bersyukur masih diberi waktu dan kesempatan buat bermanfaat bagi sesama dan itu bagi kami adalah karunia yang tak terhingga,” ungkap Marlina.

Penghujung kisahnya, Marlina mengajak dan mencoba memotivasi rekan-rekan khususnya yang bertugas di pedalaman dan kerap mendapat perlakuan yang tidak nyaman. “Sesungguhnya kami tak butuh sanjungan juga tak butuh penghargaan setinggi langit karena ada Tuhan yang akan menilainya, bicara ikhlaspun kami tak pantas, semua kami lakukan hanya berharap RidhoNYA, mendapat perlakuan tak pantas dan kecewa pasti ada,” tandasnya.

“Semoga kita semua bisa diberi kesehatan dan ketabahan yang lebih dalam melayani sesama,”pungkas Marlina. (Mulyadi/int)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *