IMG-20240409-WA0045
Hukum  

Berjuang Sejak 2015, Sulitnya KPSA Dapatkan Keadilan

IMG-20240409-WA0076

Kubu Raya, TRIBRATA TV

Upaya penyelesaian sengketa lahan seluas 335 hektar milik Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam (KPSA) di Desa Rasau Jaya Umum, sejak tahun 2015 dengan PT Rajawali Jaya Perkasa (RJP) belum juga membuahkan hasil.

IMG-20240227-124711

“Kita sudah membawa kasus ini ke berbagai instansi terkait namun belum membuahkan hasil,” kata Ketua kelompok KPSA Nasrun M.Tahir, SE, Rabu (22/3/2023).

Menurut Nasrun lahan milik KPSA, sudah diperjuangkan sejak tahun 2015 melalui instansi terkait. Terhitung sudah 17 kali mediasi namun juga tidak membuahkan hasil. Karenanya ia merasa terhimpit dan tidak mendapatkan rasa keadilan atas perjuangan lahan itu.

“Sekarang kepengurusan terkait masalah ini sepenuhnya sudah saya serahkan kepada penerima mandat kuasa oleh Ormas Satria Borneo Raya (SABER) dan Tim Advokasi, agar dapat menyelesaikan dan mengembalikan hak-hak lahan KPSA,” terang Nasrun.

Sedangkan Ketua Umum SABER Kalbar Agustinus, Spd mengatakan dengan adanya mandat kuasa ini, pihaknya akan melakukan berbagai upaya dan cara dengan rasa penuh tanggung jawab dalam memperjuangkan hak-hak KPSA sampai lahan ini dikembalikan.

“Meskipun sepanjang proses yang sudah kami jalani berulang -ulang berhadapan dengan berbagai intimidasi oleh oknum – oknum tertentu di lapangan,” ujarnya.

“Selain itu kami juga sudah mengumpulkan bukti-bukti perusakan dan pembongkaran bangunan pondok milik KPSA oleh oknum-oknum yang mengaku sebagai karyawan PT (RJP) yang dipimpin oleh GN. Kasus perusakan dan pembongkaran secara paksa tersebut sudah kami laporkan di Polda Kalbar 13 Maret 2023, harapan kami kasus ini cepat selesai dan KPSA mendapatkan keadilan atas hak-haknya,” tegas Agustinus.

Sedang Ketua Harian DPP SABER sekaligus tim Advokasi Heryanto Gani, SE.,MH memaparkan riwayat kepemilikan lahan (KPSA).

Menurutnya tanah seluas 335 hektar yang terletak di Desa Rasau Jaya Umum Kecamatan Rasau Jaya dulunya Kecamatan, Sungai Kakap Kabupaten, Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat, adalah tanah negara bebas yang dikuasai dan digarap KPSA sejak tahun 1999, berdasarkan pemberian persetujuan ijin prinsip pengembangan hutan ke masyarakat swadaya.

Hal ini sesuai Bupati Daerah Tingkat II Pontianak Nomor: 522.11461/IV -Bapeda tanggal 25 oktober 1999, kemudian direkomendasikan Gubernur Kepala daerah tingkat I Kalimantan Barat, terhadap rekomendasi pembebasan lahan kelompok tani untuk pemanfaatan limbah kayu sebagaimana surat Gubernur Kepala Daerah tingkat 1 Kalimantan Barat, dengan surat nomor : 522/4610/IV – Bapeda tanggal 13 desember 1999.

Kemudian penguasaan lahan tersebut dikuatkan kembali dengan surat Keterangan Tanah Nomor: 593/129/pem tanggal 8 Nopember 2007 dan seterusnya, yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Rasau Jaya Umum dan didaftarkan di kantor Camat Rasau Jaya dengan register nomor: 593/230/pem tanggal 3 Desember 2007 dan seterusnya.

Namun kemudian pada tahun 2009 Bupati Kubu Raya telah menerbitkan izin lokasi nomor: 278 tahun 2009, kepada PT RJP atas bidang tanah seluas ± 5.065 hektar di Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan, Rasau Jaya. Kemudian dari surat keputusan izin lokasi tersebut yang dikeluarkan pada tanggal 7 Juli 2009, Bupati menerbitkan Surat Keputusan Izin Usaha perkebunan (IUP) kepada PT. RJP Nomor: 342 tahun 2010 tanggal 6 Desember 2010.

Kehadiran PT RJP yang seharusnya menghasilkan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar khususnya dengan pembukaan lapangan pekerjaan baru, namun justru menimbulkan keresahan bagi kelompok masyarakat yang terhimpun dalam KPSA.

“Pasalnya PT. RJP menguasai lahan diluar areal izin lokasi nomor: 278 tahun 2009 tanggal 7 Juli 2009 yang kemudian melakukan penanaman sawit diluar izin lokasi maupun diluar izin usaha perkebunan,” ucap Heryanto Gani.

Sejak tahun 2015, PT. RJP sudah dilaporkan kepada Pemkab Kubu Raya, sehingga Pemkab Kubu Raya mengeluarkan Surat Peringatan I kepada PT. RJP, sesuai surat nomor: 590/0218/setda-katanah.c tanggal 5 Februari 2020 kemudian disusul dengan surat peringatan ke II nomor : 590/0248/setda-katanah.c tanggal 25 Februari 2020.

Namun kedua surat peringatan ini tidak digubris PT. RJP.

Heryanto Gani mengatakan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN RI Nomor 2 tahun 1999 tentang izin lokasi dimana ketika pemerintah daerah memberikan izin lokasi kepada PT RJP dengan surat keputusan izin lokasi nomor: 278 tahun 2009 atas lahan seluas ± 5. 065 hektar, pihak penerima izin lokasi diwajibkan membebaskan lahan sesuai yang ada didalam peta izin lokasi dengan jangka waktu selama 3 tahun dan dapat diperpanjang selama 1 tahun.

“Pertanyaan kami luas lahan yang begitu besar luas ± 5. 065 hektar yang letak lokasinya begitu jauh dari lokasi izin lokasi, kenapa secara sepihak menguasai lahan dan menggarap serta melakukan penanaman sawit dilahan kami milik masyarakat koperasi yang ironisnya, lokasi lahan izin lokasi seluas ± 5. 065 hektar yang tidak jelas tidak ada laporan tentang perkembangan pembebasan lahan. Kenapa Pemerintah Kabupaten Kubu Raya tidak memeriksa lokasi mana hasil pembebasan lahan,” ujarnya.

Dikatakannya penguasaan lahan secara sepihak diluar izin lokasi adalah tindakan ilegal sebagaimana Undang-Undang Nomor: 51 perpu 1960, serta melakukan tindakan penyerobotan lahan Pasal 167 KUHP maupun Pasal 385 KUHP.

“Jika lahan penanaman diluar lahan izin lokasi maka PT. RJP dapat diambil tindakan hukum atau mengembalikan / penyerahan penguasaan lahan kepada masyarakat yang berhak,” tutup Heryanto Gani.

Sementara hingga berita ini di tayangkan pihak PT. RJP belum dapat dikonfirmasi. (Hasan)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *