Medan Tak Aman? Syuting Film di Lapangan Merdeka Diganggu Preman

IMG-20240310-164257

Medan, TRIBRATA TV
Syuting perdana film A Thousand Midnights in Kesawan di Lapangan Merdeka perdana mendapat halangan, Selasa (10/3/2020) malam.

Beberapa kru dan pemain untuk pengambilan gambar beberapa scene terpaksa molor. Pasalnya, tak lama tim produksi setting lokasi tiba, muncul 4 orang pemuda berusia 30-an tahun meminta sejumlah uang.

IMG-20240227-124711

“Awalnya mereka datang nanya-nanya, ya kita jawab apa adanya. Karena siapapun yang datang bertanya, pasti kita jelasin jika tidak sedang sibuk, tapi mereka minta uang,” ujar salah satu sutradara, Hendri Norman.

Hendri pun menjelaskan ini bukan film komersil, tapi indie, hasil kolaborasi komunitas jadi tidak punya uang. Namun penjelasan itu tidak berhasil.

Pemuda- pemuda itu membuat keributan di sekitar lokasi syuting yang mengundang perhatian pengunjung Lapangan Merdeka yang terbilang cukup ramai. Waktu masih sekira pukul 9 malam. Perdebatan itu kemudian terhenti akibat hujan mulai turun.

Kru langsung memindahkan alat-alat ke pendopo Lapangan Merdeka. Syuting yang belum mulai akhirnya tertunda selama 1 jam.

“Kami coba lapor ke pos polisi di sana, tapi karena itu pos polisi Lantas, jadi kami disuruh lapor ke Polsek Medan Barat langsung,” kata Hendri.

Lantaran jaraknya yang cukup jauh dan personil yang terbatas, tim urung melapor malam itu. Setelah berunding dengan tim, Hendri akhirnya memindahkan setting lokasi ke sekitaran Merdeka Walk, yang berada di depan.

Syukurnya, gangguan preman seperti di dalam Lapangan Merdeka tidak terjadi. Hingga akhir syuting sekira pukul 3 pagi berjalan dengan lancar.

Hendri sangat menyesalkan aksi premanisme semacam ini ternyata masih bisa terjadi di tengah-tengah slogan Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin, “Tidak ada tempat bagi kejahatan di Sumatera Utara”.

Keinginan untuk membuat film yang mempromosikan pariwisata Medan ini ternyata masih diganggu premanisme jalanan. Jangankan wisatawan, warga Medan yang ingin berkarya pun masih dihalang-halangi dengan kejadian seperti itu.

“Kita itu sempat nyelutuk waktu break time, andai kita pekarya juga didukung oleh walikota dan gubernur seperti Lyodra ya, kita bisa jadi pemenang juga nanti. Tapi mau bagaimana, surat-surat kita ke para petinggi itu gak direspon. Meski begitu, kita tetap optimis berkarya,” tukasnya. (red)

IMG-20240310-WA0073

Respon (4)

  1. Sudah cukup saya juga kenak macam seperti itu apa lagi di terminal terminal banyak kali saya juga pernah kenak palak sama preman preman di Medan dan saya kapok ke Medan lagi. Mau di bilang kasar gak mau tapi omongannya keras kalo dikerasin juga pas bilang cuma omongan saja yg kasar tapi hati baik. Kalo gak dari otak yg kontrol gak bakal mengeluarkan kata kasar dan hatinya mana ada kata hati baik kalo sudah berkata kasar. Bahasa sehari hari kimak anjing bodat kimbeklah intinya yg menghina terus dan kasar omongannya horas moga semua Batak yg kasar moga berubah buat kedepannya. Biyar tambah banyak turis. Turis jngn di palak tapi di jaga.

  2. Ini medan bung,siapapun Kapoldanya,premanisme dikota medan takkan bs hilang.tidak ad tempat bagi preman di sumut itu hanya semboyan.buktinya kejahatan begal dan lainnya masih marak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *