IMG-20240409-WA0045

Bupati dan Wabup Samosir Tidak Akur?

IMG-20240409-WA0076

Samosir, TRIBRATA TV

Baru-baru ini, Kabupaten Samosir dihiasi pemberitaan tentang Bupati Vandiko Gultom dan Wakil Bupati Martua Sitanggang seperti tidak akur.

IMG-20240227-124711

Dalam pemberitaan di beberapa media yang menyatakan pelantikan pejabat eselon II dan eselon III di lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir yang dilakukan di penghujung tahun 2021 tanpa rekomendasi wakil bupati dan melantik pejabat yang tidak sesuai dengan hasil asesment dari pansel dan Komisi ASN.

Hal ini menjadi buah bibir dikalangan masyarakat Samosir, pelantikan yang dilakukan di Aula Kantor Bupati pada 31 Desember 2021 tersebut tanpa kehadiran Wakil Bupati Martua Sitanggang.

Masyarakat pun mengasumsikan, jika benar adanya Bupati dan Wakil Bupati tidak sepaham dalam penunjukan pejabat administrator yang akan mensukseskan visi-misi dan janji kampanyenya.

Menanggapi apa yang terjadi di Kabupaten Samosir, Elfanda Ananda, Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Sumatera Utara saat ditemui di kantornya Medan, Jumat (7/1/2022) turut prihatin atas situasi opini yang berkembang di masyarakat.

Penunjukan pejabat Eselon II dan Eselon III di lingkungan Pemkab Samosir yang pelantikannya pada tanggal 31 Desember 2021 tidak dihadiri Wakil Bupati kemudian menjadi pembicaraan hangat di masyarakat kalau ada ketidak harmonisan diantara mereka.

“Hal ini tentunya bisa saja terjadi dalam proses dan dinamika pemerintahan daerah maupun ditingkat pusat. Yang harus dipahami, sebenarnya adalah kewenangan masing masing serta kesepakatan yang dibangun masing masing pihak diawal,” ujar Elfanda.

Ditambahkan Elfanda, yang menjadi penting adalah soal transparansi proses dari yang dihasilkan dalam memutuskan pejabat eselon tersebut apakah transparan dan akuntabel.

Sepanjang prosesnya benar dan kewenangan yang dalam penentuan juga benar seharusnya masing masing pihak terutama wakil bupati tidak perlu bersikap demikian.

“Karena, masing masing punya kewenangan dan proses seleksi juga harus benar yakni transparan dan akuntabel sehingga menghasilkan pejabat yang benar benar dapat diharapkan dapat mempercepat tercapainya visi dan misi daerah yang otomatis merupakan misi dan visi dari mereka juga waktu maju sebagai calon kepala daerah,” tambahnya.

Pria yang merupakan Koordinator Area Indikator Politik Sumut ini menekankan agar masyarakat juga tidak perlu berpikiran bahwa dengan ketidak hadiran wakil bupati dalam pelantikan tersebut adalah bentuk ketidak harmonisan pasangan.

“Yang didorong masyarakat justru proses seleksi pejabat harus transparan dan akuntabel. Ini lebih menguntungkan daerah agar dinamika politik lebih mengarah ke hal-hal positif,” pintanya.

Sedangkan untuk Bupati harusnya bisa meredam isue yang merebak soal ketidak harmonisan dengan tetap mengedepankan prinsip prinsip pemerintahan yang mendukung tata kelola pemerintah yang baik.

“Kalaupun ada perbedaan menjadi hal biasa sepanjang dalam dinamika pemerintah daerah maupun pusat. Sepanjang masih dalam aturan perundang-undangan serta kewenangan yang ada dimasing masing pihak tentunya itu yang harus dipahami,” tegasnya.

Harusnya, pasangan ini bisa menjaga keharmonisan dengan masing masing pihak dapat menjaga sikap serta membangun komunikasi positif. Jangan ada merasa superior dan sebaliknya jangan ada yang merasa sebagai ban serap.

“Justru, yang dibangun adalah kedua belah piahk saling mendukung untuk kemajuan daerah. Tidak perlu dibangun bahwa kepala dinas A adalah orangnya bupati dan kepala dinas B adalah orangnya wakil. Hal ini bisa membuat semakin besarnya gesekan tersebut dan akan merugikan daerah yang membutuhkan pembangunan,” tutup Elfanda Ananda. (Dodye)

IMG-20240310-WA0073

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *